Sponsor

Tempat Wisata Gunung Bromo



Bromo adalah nama yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, karena gunung ini tidak hanya menjadi primadona pariwisata Provinsi Jawa Timur tapi juga objek wisata unggulan Indonesia. Keindahan Bromo sudah sejak lama dikenal lewat foto dan video yang terpajang di berbagai media, baik cetak maupun online, menghiasi sampul-sampul buku, kalender, menjadi wallpaper monitor CPU, smartphone serta menginspirasi sejumlah seniman dalam menghasilkan karya-karya seni, salah satu diantaranya sebuah lagu berbahasa Sunda dengan judul “Gunung Bromo” yang diciptakan Doel Sumbang.

Keindahan sunrise Gunung Bromo yang sulit untuk diungkap dengan kata-kata ditambah sejumlah objek wisata yang ada di kawasan pegunungan Tengger itulah yang membuat Bromo tidak pernah sepi dari pengunjung. Tercatat dalam sehari, pengunjung yang memadati kawasan Bromo sekitar 2.000 – 5.000 orang pada hari-hari biasa dan sekitar 10.000 – 15.000 orang pada akhir pekan serta pada musim liburan.

Jumlah itupun diperkirakan masih akan terus mengalami peningkatan, terlebih dengan adanya kejadian ekstrim pada bulan Juli 2019 yang lalu. Kejadian ekstrim tersebut berupa fenomena alam yang membuat Lautan pasir yang terhampar di kawasan Bromo bersalju. Salju yang terlihat jelas di kubangan pasir ini terbentuk dari embun disebabkan karena cuaca Bromo yang berubah ekstrim dengan suhu berada di bawah 0 derajat celcius.

Perkiraan akan terus melonjaknya jumlah pengunjung itulah yang membuat Pihak Pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merasa perlu melakukan pembatasan jumlah wisatawan, dengan tujuan untuk lebih menjamin faktor keamanan dan kenyamanan, memudahkan pengawasan sekaligus untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian ekosistem.

Lewat kebijakan pembatasan jumlah wisatawan yang saat ini sudah mulai disosialisasikan dan akan dilaksanakan pada tahun 2019 yang akan datang, jumlah wisatawan nantinya akan dibatasi paling banyak 5.000 orang perhari, sehingga dalam 1 tahun maksimal hanya menerima sebanyak 1,5 juta pengunjung.

Itulah hebatnya Bromo, disaat tempat-tempat wisata lain harus berbenah diri dengan melakukan penambahan dan peningkatan sejumlah fasilitas untuk dapat menarik perhatian wisatawan, Bromo justru diserbu wisatawan dengan kondisi yang tidak jauh berbeda dari sebelumnya.
Panorama Kaldera Tengger dan Segara Wedi (Lautan Pasir)

 

Sekilas Tentang Gunung Bromo

Gunung Bromo adalah sebuah gunung berapi aktif yang memiliki ketinggian 2.329 mdpl dan menjadi bagian dari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Bromo terbentuk dari pertautan lembah dan ngarai serta kaldera atau lautan pasir dengan luas sekitar 10 km2. Sebuah kawah menghiasi salah satu bagian dari gunung ini yang memiliki diameter sekitar 800 meter2 membujur dari Utara ke Selatan serta 600 meter2 yang membujur dari Timur ke Barat. Sedang daerah berbahaya dari kawah tersebut berbentuk lingkaran yang mana memiliki jari-jari 4 km dari pusat kawah yang dalam.

Menurut penelitian, Gunung Bromo serta pegunungan yang ada di sekitarnya berasal dari letusan dahsyat Gunung Tengger yang memiliki ketinggian 4.000 mdpl dan merupakan gunung tertinggi sekaligus terbesar pada saat itu. Letusan tersebut menciptakan kaldera dengan diameter berukuran lebih dari 8 km sedang material vulkanik yang dimuntahkan berubah menjadi lautan pasir yang konon pernah tertutup oleh air. Dampak lainnya dari letusan dahsyat tersebut adalah munculnya lorong magma yang membuat gunung-gunung baru terbentuk.

Gunung-gunung yang terbentuk tersebut terbagi atas 2 area pegunungan. Pertama terhampar di lautan pasir sangat luas yang terdiri dari: Gunung Bromo (2.392 mdpl), Gunung Batok (2.440 mdpl), Gunung Watangan (2.601 mdpl), Gunung Widodaren (2.614 mdpl) dan Gunung Kursi (2.581 mdpl). Kedua menjadi dinding kaldera yang sangat terjal dan mengelilingi lautan pasir dengan tinggi 200 – 600 meter dan kemiringan sekitar 60 – 80 derajat. Pegunungan yang ada di sekeliling kaldera tersebut antara lain: Gunung Penanjakan (2.770 mdpl), Gunung Cemoro Lawang, Gunung Pundak Lembu (2.635 mdpl), Gunung Ider-ider (2.527 mdpl), Gunung Lingker (2.278 mdpl), Gunung Mungai (2.480 mdpl) dan Gunung Jantur (2.705 mdpl).

Sepanjang abad XX – XXI, Gunung Bromo sudah berulangkali meletus. Letusan paling besar terjadi pada tahun 1974 dan letusan terakhir terjadi pada tahun 2015, tepatnya pada bulan Desember. Menariknya, interval waktu meletusnya gunung ini terjadi secara teratur yakni setiap 30 tahun sekali. Lebih menarik lagi, meski BMKG telah mengumumkan status siaga 1 dan jalur menuju gunung ini ditutup dari segala arah, namun masyarakat Tengger tidak ada satupun yang mengungsi. Mereka lebih mempercayai keyakinan mereka daripada hasil observasi BMKG. Bahkan saat Bromo meletuspun mereka tetap tinggal di rumah masing-masing.

Suku Tengger yang merupakan penduduk asli pegunungan ini mempercayai bromo sebagai sebuah gunung yang suci. Kepercayaan itulah yang membuat masyarakat Tengger setiap tahun tepatnya pada tanggal 14 atau 15 bulan kesepuluh (kasodo) menurut penanggalan Jawa menggelar upacara Yadnya Kasada atau Upacara Kasodo . Upacara yang digelar pada tengah malam sampai dini hari di bulan purnama tersebut diselenggarakan di sebuah pura yang letaknya di bawah kaki Gunung Bromo dan diteruskan hingga ke puncak Bromo.

Dengan kepercayaan yang dianut tersebut, masyarakat Tengger justru merasa bersyukur saat Bromo meletus. Karena letusan tersebut dianggap bahwa nenek moyang mereka yang bersemayam di Gunung Bromo sedang menyapa cucu-cucunya dan akan selalu melindungi serta memberi berkah kepada mereka melalui abu vulkanik yang akan memberi kesuburan bagi tanah di perkebunan mereka.

 

Sejarah dan Legenda Gunung Bromo

Kawah Gunung Bromo dengan Air Kawah
Masyarakat Tengger yang mendiami kawasan Bromo mempercayai bahwa Bromo adalah gunung yang suci, karena itulah disebut Gunung Bromo yang diambil dari kata Brahma yang dalam agama Hindu merupakan sebutan untuk Dewa Pencipta. Mereka juga percaya bahwa asal-usul nama Tengger berasal dari legenda tentang Roro An”teng” dan Joko Se”ger”.

Konon, dahulu ada seorang pemuda bernama Joko Seger, putra dari seorang brahmana yang menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis berwajah cantik bernama Roro Anteng yang tinggal di sekitar Gunung Pananjakan. Begitu cantiknya wajah Roro Anteng membuat banyak raja dan pangeran terpikat dan ingin mempersuntingnya. Tidak terkecuali seorang perampok sakti yang datang langsung untuk melamar.

Mendapat lamaran dari perampok yang sakti dan jahat, Roro Anteng tidak berani menolak namun juga tidak kuasa untuk menerima, karena dia sudah jatuh hati pada Joko Seger. Maka untuk tidak membuat sakit hati sang perampok, dia mengajukan syarat yang tidak masuk diakal, agar dapat menolak lamaran. Syarat tersebut adalah meminta dibuatkan lautan di tengah-tengah gunung dalam waktu semalam.

Perampok yang merasa yakin dengan kesaktiannya, menyanggupi permintaan tersebut. Begitu matahari tenggelam dia langsung menggali pasir dengan menggunakan batok (tempurung kelapa) untuk membuat lautan. Menjelang pagi, pekerjaan tersebut hampir selesai. Rara Anteng yang tidak ingin dinikahi perampok, berusaha menggagalkannya dengan cara menumbuk padi menggunakan alu dan lesung (alat penumbuk padi tradisional).

Mendengar suara alu dan lesung beradu, tidak berapa lama kemudian ayam-ayam jago yang mengira fajar sudah datang, seketika berkokok, dan suara kokok ayam merupakan pertanda bahwa hari sudah pagi, sementara pekerjaan sang perampok membuat lautan masih belum selesai. Terbawa oleh rasa marah, perampok itu melemparkan batok pengeruk pasir dan jatuh tertelungkup. Seketika batok itu berubah menjadi gunung yang kini bernama Gunung Batok yang letaknya bersebelahan dengan Gunung Bromo.

Setelah perampok gagal mempersunting Roro Anteng, gadis itu kemudian menikah dengan Joko Seger. Mereka membangun pemukiman dan memerintah kawasan Tengger. Joko Seger sendiri selanjutnya mendapat sebutan Purbowasesa Mangkurat ing Tengger yang artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”. Nama Tengger selain diambil dari nama Roro Anteng dan Joko Seger juga memiliki maksud “Tengering Budi Luhur” yang artinya “Pengenalan Moral Budi”.

Dibawah kepemimpinan Joko Seger, masyarakat Tengger hidup dalam kemakmuran. Namun sayang, pernikahan Joko Seger dengan Roro Anteng tidak dikaruniai keturunan. Karena itulah mereka menuju ke puncak Gunung Bromo dan bersemedi di sana untuk meminta kepada Dewata agar dikaruniai anak.

Saat bersemedi itulah terdengar suara ghaib yang mengabulkan permintaan mereka, namun dengan syarat, apabila kelak mendapat keturunan, maka anak terakhir harus dikorbankan dengan dimasukkan ke dalam kawah Gunung Bromo. Tanpa berpikir panjang, persyaratan itupun disanggupi.
Debu vulkanik menyembur dari kawah Gunung Bromo di Desa Cemorolawaang,
Beberapa tahun kemudian, mereka dikaruniai 25 anak. Pada saat itu Dewa mengingatkan agar mereka memenuhi janji yang telah diucapkan. Sebagai orang tua, mereka tidak tega untuk mengorbankan anak bungsu mereka. Karena mengingkari janji, Dewa pun marah dan menimpahkan prahara berupa semburan api dari Gunung Bromo. Jilatan api dari Gunung Bromo membuat anak bungsu Jaka Tengger dan Roro Anteng yang bernama Kusuma hilang.

Bersamaan dengan hilangnya jasad Kusuma, terdengar suara ghaib, “Saudara-saudaraku yang tercinta, untuk menyelamatkan nyawa kalian semua, orang tuaku telah mengorbankan aku kepada Hyang Widi. Agar hidup kalian semua dapat selalu tenteram dan damai, sembahlah Hyang Widi dan lakukan upacara di bulan Kasada hari ke-14 dengan memberikan sesaji berupa hasil bumi kepada Hyang Widi di kawah Gunung Bromo. “

Karena pesan dari Kusuma itulah, hingga kini masyarakat Tengger secara rutin menggelar upacara Yadnya Kasada atau Upacara Kasodo pada bulan kesepuluh hari ke-14 atau ke-15 disaat bulan sedang purnama. Upacara tersebut dilakukan dengan mendaki Gunung Bromo sambil membawa saji. Dalam sesaji terdapat bunga, beras, sayuran, buah-buahan dan juga hewan ternak. Sesaji tersebut selanjutnya dilempar ke dalam kawah Gunung Bromo. Meski upacara tersebut cukup berisiko, namun masyarakat Tengger selalu melaksanakannya, karena menurut kepercayaan mereka, barang-barang yang dikorbankan akan membawa keberuntungan.

 

Rute Menuju Gunung Bromo

Meski merupakan wisata gunung, untuk menuju ke Gunung Bromo atau saat berada di lautan pasirnya yang seluas 5.920 hektar, Anda tidak perlu membawa peta atau terus menerus melihat maps pada GPS di layar smartphone, karena akses jalan menuju lokasi banyak ditandai dengan papan penunjuk arah sehingga sangat mudah untuk dijangkau. Begitu juga saat berada di lokasi, banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Bromo, apalagi pada saat liburan, akan membantu Anda menemukan tempat yang dituju tanpa perlu khawatir akan tersesat.

Bromo yang menjadi bagian dari empat kabupaten yaitu Probolinggo, Malang, Lumajang dan Pasuruan, membuat lokasinya dapat diakses dari empat kabupaten yang berada di provinsi Jawa Timur ini, sebab masing-masing kabupaten memiliki pintu masuk sendiri-sendiri yang menuju ke lokasi wisata. Meski dapat diakses dari berbagai arah, namun semua jalan yang dilalui memiliki kondisi yang tidak jauh berbeda, yaitu jalan yang relatif terjal dengan pemandangan alam yang menawan, berupa hijaunya pepohonan dan hamparan persawahan.

Pintu masuk pertama yang paling banyak digunakan oleh para wisatawan adalah pintu masuk melalui Kabupaten Probolinggo, tepatnya di Desa Wonotoro, Desa Jetak dan Desa Cemoro Lawang yang berada di Kecamatan Ngadisari. Para wisatawan yang datang dari arah Barat seperti dari Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya banyak yang memilih lewat sini karena selain lokasinya paling dekat juga didukung dengan fasilitas yang lengkap, seperti hotel, penginapan, homestay, warung-warung yang menjual berbagai jenis makanan dan minuman, penyewaan jeep, biro tour & travel serta yang lain.

Untuk menuju ke ketiga desa yang ada di Ngadisari, wisatawan yang menggunakan angkutan umum dapat naik mobil jenis colt dari Terminal Probolinggo hingga sampai di lereng perbukitan Cemoro Lawang. Tiga desa yang penduduknya mayoritas beragama Hindu dan memegang teguh adat istiadat ini dikelilingi oleh pegunungan. Sisi sebelah Barat dibatasi Gunung Bromo, Gunung Batok dan lautan Pasir, Sisi Utara hingga Timur tampak berjajar Gunung Ringgir, Brak Lengkong dan Gunung Lingga (Penanjakan). Sedang sisi Selatan berbatasan dengan Gunung Pundak Lembu Menjulang.
Kompleks pegunungan di Kaldera Tengger saat matahari terbit
Pintu masuk berikutnya melalui Malang, Tumpang, Gubukklakah hingga Ngadas, kemudian berlanjut ke Jemplang sebelum akhirnya tiba di kawasan Bromo yang jaraknya sekitar 53 km. Jalur terjal yang harus dilewati menjadi sedikit terlupa saat menuju ke lokasi, karena pemandangan di sepanjang perjalanan sangat memukau. Terlebih saat memasuki desa kecil bernama Gubukklakah yang dikenal sebagai penghasil buah apel, dimana kebun-kebun apel terhampar luas di pinggir jalan yang dilalui.
 
Wisatawan yang melewati rute ini pada umumnya berasal dari arah Barat seperti dari Jogja dan Jawa Tengah serta dari kabupaten-kabupaten di Jatim yang ada di kawasan Barat seperti Kediri, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Magetan, Madiun dan Ponorogo. Mereka yang mengambil rute ini akan mendapatkan bonus wisata air terjun Coban Pelangi yang dapat dijumpai setelah melewati Ngadas. Saat berada di Pertigaan Jemplang, wisatawan akan menemukan jalur lurus menuju Ranu Pani yang menjadi titik awal pendakian menuju Gunung Semeru, sedang jika ingin ke Bromo maka harus berbelok ke arah kiri.Perjalanan dari Ngadas menuju Pananjakan membutuhkan waktu sekitar satu jam.

Pintu masuk ke Bromo melalui jalur Pasuruan dapat ditempuh dengan 2 akses yaitu melewati Purwodadi menuju Nongkojajar, Tosari hingga sampai Gunung Bromo atau lewat Warungdowo menuju Ranggeh, Pasrepan, Puspo, Tosari dan Bromo. Jika melalui Purwodadi, jalan yang harus dilewati berada tepat di Selatan Kebun Raya, dan akan melintasi perkebunan strowberry, bunga krisan, buah naga, durian, paprika, sayur mayur, kebun apel dan peternakan sapi perah.

Saat masuk ke wilayah Tosari, selain akan bertemu dengan jalan yang diapit hutan, wisatawan juga akan menjumpai ladang sayur yang dibudidayakan masyarakat setempat serta ladang percontohan gandum yang merupakan upaya pengembangan budidaya tanaman gandum di Indonesia.

Pintu masuk ke Bromo melalui Lumajang adalah akses yang paling jarang dilalui, karena jalur ini sebenarnya untuk para pendaki yang akan menuju ke Gunung Semeru. Jadi tujuan ke Bromo hanya merupakan tujuan tambahan. Jalur ini khusus untuk mereka yang menggunakan kendaraan pribadi dengan terlebih dahulu menuju ke Kecamatan Senduro yang jaraknya sekitar 20 km dari Kota Lumajang. Di sini wisatawan dapat singgah sejenak di Pemandian Alam Selokambang yang harga tiketnya sangat murah sebelum melanjutkan perjalanan.

Untuk mereka yang tiba di Senduro pada sore hari dapat menginap di homestay atau hotel sambil beristirahat dan menyaksikan wisata religi yakni Pura Mandara Giri. Keesokan harinya perjalanan dapat dilanjutkan menuju Ranu Pani dengan melewati kawasan Hutan Ireng-Ireng.

Di sinilah wisatawan dapat mengawali pendakian menuju Gunung Semeru. Namun jika tujuannya ke Bromo, maka harus meneruskan perjalanan ke Njemplang. Sesampai di pertigaan yang mempertemukan akses dari Malang dengan akses dari Lumajang, Anda tinggal mengikuti papan penunjuk arah yang menuju ke Bromo dan sampailah Anda di Watu Kutho yakni hamparan padang ialalang yang memiliki letak di sebelah Selatan Bromo.

 

Daya Tarik Gunung Bromo

Gunung Bromo memang tidak memiliki pesona sunset sebagaimana yang dijual tempat-tempat wisata pada umumnya. Namun sunrise yang disuguhkan Bromo memiliki pesona luar biasa dan tidak dijumpai di tempat-tempat wisata yang lain. Keindahan sunrise yang eksotis itulah yang membuat Bromo dijuluki “The Famous Sunrise” dan mengundang para wisatawan dari seluruh penjuru dunia.
Kebun Strawberry di Gunung Bromo
Untuk berburu sunrise di Gunung Bromo, tidak perlu melakukan pendakian yang sangat melelahkan sebagaimana berwisata di gunung-gunung lainnya. Bahkan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dengan lama perjalanan sekitar 12 jam jika ditempuh dari Surabaya. Karena itulah traveller yang menyukai wisata praktis selalu memasukkan Bromo ke dalam daftar kunjungan mereka.

Untuk melakukan kunjungan singkat ke Gunung Bromo, perjalanan dapat dilakukan lewat pintu Barat dengan masuk ke Desa Tosari menuju ke Lautan Pasir menggunakan mobil Jeep yang dapat disewa dari pengelola wisata. Bagi yang membawa kendaraan roda dua dapat melewati pintu Utara di daerah Tongas Probolinggo menuju Desa Cemoro Lawang karena medan yang dilalui untuk menuju ke Lautan Pasir tidak terlalu curam.

Perjalanan menjempur sunrise tersebut dapat diawali pada jam 00.00 agar dapat tiba di lokasi sekitar pukul 02.00 – 03.00 WIB dan dapat beristirahat sejenak sekaligus menyiapkan kamera dan berbagai peralatan yang lain. Selama beristirahat, Anda dapat mengisi perut dan menghilangkan rasa haus karena di sekitar Lautan Pasir banyak dijumpai para penjual makanan dan minuman.

Selesai beristirahat Anda dapat memulai pendakian dengan menaiki anak tangga sejumlah 250 dan melewati Pura Mandara Giri yang digunakan untuk melaksanakan Upacara Kasada. Dipuncak Gunung Bromo inilah dapat disaksikan sunrise yang keindahannya sanggup membelalakkan mata. Begitu indahnya lukisan alam tersebut, pada saat sang surya mulai menampakkan wujudnya, tidak jarang disambut dengan tepuk tangan oleh para wisatawan. Bersamaan dengan itu, kamera-kamera pun beraksi mengabadikan terbitnya sang surya dari ufuk Timur.

Puas menikmati sunrise, Anda dapat menyaksikan indahnya panorama Lautan Pasir berlatarbelakang pegunungan sampai dengan jam 09.00 pagi. Setelah itu dapat turun dari Puncak Bromo dan kembali ke kota keberangkatan.

Lokasi: Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur
Map: KlikDisini
HTM: Gratis
Buka/Tutup: 24 Jam

Share:

0 Comments