Tempat Wisata Museum Bahari
Belajar tentang sejarah masa lalu Nusantara memang sangat menyenangkan, karena bisa mengetahui identitas, personalitas serta jati diri bangsa ini. Salah satu keunggulan bangsa Indonesia tempo dulu yaitu dalam bidang kelautan yang merupakan pelopor dalam pembuatan kapal. Sejarah tentang zaman keemasan Nusantara sejak dahulu kala menguasai samudera juga banyak ditulis oleh kolumnis dunia seperti Tome Pires, Vasco Da Gama, Markopolo, Ibnu Batutah serta Laksamana Cheng Ho.
Sementara itu, pemerintah Indonesia membangun museum-museum yang memiliki koleksi benda-benda yang berhubungan dalam bidang kelautan. Diantara museum yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk belajar tentang dunia laut adalah, Museum Bahari Yogyakarta, Museum Bahari Tegal, Museum Bahari Surabaya, Museum Bahari Jakarta dan museum-museum lainnya.
Dari beberapa Museum yang ada di Indonesia, terdapat satu tempat yang paling unik yaitu Museum Bahari Jakarta karena memiliki koleksi kapal dan perahu tradisional asli Indonesia di masa silam. Alamat museum tersebut berada di Jl. Pasar Ikan No.1 Penjaringan, Jakarta Utara. Lokasi museum ini berada di sebelah kiri Pelabuhan Sunda Kelapa dan termasuk dalam kawasan tempat wisata Kota Tua.
Koleksi Museum Bahari Jakarta Utara
Museum Bahari Jakarta memiliki 126 koleksi benda-benda sejarah kelautan, khususnya kapal-kapal dagang tradisional yang telah mengarungi samudera dunia. Terdapat 19 koleksi perahu yang masih asli dan 7 buah miniatur, foto serta biota laut yang biasa ditangkap para nelayan. Tentu saja para pengunjung bisa menambah pengetahuan tentang kekayaan alam laut serta tekhnologi perkapalan masa silam Nusantara yang pernah mengalami masa keemasan ratusan abad yang lalu.
Memasuki kawasan museum, para pengunjung akan langsung disuguhi koleksi meriam yang ada di dalam ruangan. Terdapat 2 meriam, yang pertama meriam tanpa alas dan yang kedua meriam dengan menggunakan alas roda. Selain itu, terdapat koleksi Panil-panil, yaitu gambar dan artikel berita tentang sejarah pelayaran di Indonesia yang digantung dalam ruangan. Ada juga miniatur kawasan Kota Tua dan Pelabuhan Sunda Kelapa serta lukisan besar yang menggambarkan wilayah Pelabuhan Sunda Kelapa pada abad ke 17.
Ada pula koleksi teks lirik lagu masa lalu yang berjudul “Nelayan Selat Madura” yang menempel di dinding. Terdapat miniatur Kapal Phinisi Nusantara yang merupakan kapal tradisional rakyat Bugis, Tanah Pero, Ujung Pandang yang terbuat dari kayu Ulin. Kapal Phinisi adalah sebuah kapal penjelajah antar samudera yang sangat populer di dunia. Koleksi lainnya adalah, teropong, radar dan kompas yang digunakan kapal Phinisi Nusantara untuk berlayar menuju Vancouver. Perlengkapan tersebut adalah peralatan navigasi lama yang selalu membantu perjalanan kapal agar tidak tersesat.
Namun sekarang, Kapal Phinisi Nusantara sudah menggunakan alat komunikasi jarak jauh dengan teknologi satelit agar selalu bisa berhubungan dengan daratan. Ada pula tangga yang terbuat dari tali tambang dan batang kayu serta bisa digulung. Biasanya tangga tali tersebut digunakan untuk naik ke tiang kapal ketika akan membuka dan menutup layar.
Terdapat miniatur kapal layar Batavia abad ke 16, panjang asli kapal tersebut sekitar 50 meter dengan kapasitas 600 ton, 3 tiang dan 4 buah dek, lebar layar mencapai 1.100 meter persegi. Tujuan pelayaran kapal Batavia adalah untuk menuju Pelabuhan Sunda Kelapa melewati Pelabuhan Banten. Namun pada tanggal 14 Juni 1629 kapal Batavia karam menabrak gugusan pulau karang di lepas pantai Australia barat. Dinding kapal jebol tidak kuat menahan tajamnya batu karang dan 40 orang hilang, sedangkan awak kapal yang selamat menuju pulau kecil di sekitar laut Australia.
Selanjutnya ada miniatur kapal Swedia yang dibuat sekitar tahun 1738, kapal tersebut juga karam di pelabuhan Gotherberg pada tanggal 12 September 1745. Ada juga koleksi 3 paku untuk memperingati 100 tahun Trans Canada. Paku tersebut dihadiahkan kepada para pelaut yang gagah berani mengarungi samudera hingga sampai ke Vancouver.
Koleksi selanjutnya adalah sebuah piring dengan gambar kapal Phinisi. Piring tersebut diberikan kepada para donatur yang telah menyumbang uang sebesar Rp.10.000 untuk dana pembuatan kapal Phinisi Nusantara. Selain mendapatkan sebuah piring sebagai cinderamata, para donatur juga diberikan sebuah sertifikat sebagai bukti telah menjadi salah satu donatur dalam pembuatan kapal.
Koleksi lainnya adalah peralatan kapal modern seperti baling-baling kapal yang terbuat dari bahan kuningan. Baling-baling memiliki fungsi sebagai alat pendorong kapal yang dihubungkan dengan spare part pada As dan Gear Box. Baling-baling juga bisa berfungsi untuk menjalankan kapal untuk bergerak maju ataupun mundur dengan pengoperasian melalui teknologi mesin.
Di sebelahnya ada koleksi kemudi Guling yang berfungsi sebagai pengatur arah kapal, menstabilkan keseimbangan kapal, serta mengimbangi kecepatan pada angin yang menerpa layar dan juga bisa digunakan untuk mengukur kedalaman kapal. Panjang Kemudi Guling mencapai 6 meter dengan ukuran diameter lebih dari 40 cm. Ada pula koleksi hewan laut seperti ikan Tongkai, Pari, Golok-golok, ekor kuning, Rajungan, kembung, Kakap Bangkok. Ikan-ikan tersebut diletakkan dalam gelas kaca yang berisi air untuk mengawetkannya.
Ruang selanjutnya berisi koleksi berita dan gambar tentang sejarah kapal yang pernah mampir di Pelabuhan Sunda Kelapa. Selain itu, ada juga miniatur rumah Si pitung, miniatur kapal layar zaman dahulu. Ada miniature kapal Amsterdam yang dilengkapi dengan banyak meriam di sisi kiri dan kanan kapal. Kapal tersebut akan berlayar dari Amsterdam ke Batavia pada abad ke 18, namun tenggelam ketika melintasi laut Inggris akibat terjadinya keributan pada awak kapal karena pengaruh minuman keras.
Selain itu, ada miniatur kapal Jenggolan Madura yang biasa digunakan untuk mengangkut garam dan kayu hutan. Bentuk kapal seperti sebuah rumah diatas kapal karena hampir semua bagian kapal tertutup seperti atap rumah. Miniatur Kapal Jenggolan ada 3 buah dan bentuknya berbeda-beda, namun dalam penggunaannya hampir sama.
Tidak ketinggalan pula ada miniatur perahu Sriwijaya yang sudah digunakan untuk berlayar sejak abad ke 13. Bentuk perahu menggunakan kepala naga di moncong kapal sebagai perumpamaan seekor naga yang sedang mengarungi bahtera. Kapal ini memiliki 2 tiang untuk mengibarkan layar dan di ujung tiang terdapat menara kecil tempat awak kapal agar bisa melihat jarak jauh.
Masih ada lagi miniatur lainnya yaitu kapal kecil bernama Bakal Jukung yang merupakan proses awal dalam pembuatan Jukung kawal atau Jukung Barito. Pembuatan kapal dengan menggunakan batang kayu yang selanjutnya dikerok dan dibentuk sebagai cekungan. Panjang kapal tersebut sekitar 390 cm, dengan lebar 28 cm dan tinggi 28 cm.
Terdapat koleksi peralatan pembuatan Jukung seperti Belayung, beliyung, temperang, panarah, pisau atau Mandau. Ada lagi paralatan lainnya untuk membuat perahu tradisional seperti tambang, paku besi, sipatan, jarum, terpal plastik, pisau, dug atau tambang baja, kampak, mata serutan, bor kayu, kain layar, serutan kayu.
Koleksi lainnya adalah Perahu Lancang Kuning, yaitu perahu resmi kerajaan yang digunakan sebagai alat transportasi keluarga istana ataupun perdagangan. Perahu ini menjadi legenda masyarakat Melayu di pesisir Kalimantan dan milik seorang putri dari kerajaan Melayu. Sang putri berlayar didampingi oleh para pengawal dan pengasuhnya dengan berpakaian kuning seperti warna kapalnya untuk menyusuri pantai Jambo Air sampai ke pulau Bintan dan pulau Belitung di kepulauan Riau.
Salah satu koleksi yang unik adalah kapal dari Papua yang bernama Perahu Cadik Parere yaitu perahu tradisional Papua yang menggunakan kayu utuh tanpa di potong sepanjang 11 meter. Koleksi miniatur lainnya adalah kapal Dewaruci yang digunakan TNI AL dan pernah mengarungi samudera dunia 2 kali.
Lokasi: Jl. Pasar Ikan No.1 RT.11/RW.4, Penjaringan, Jakarta Utara 10120
Map: KlikDisini
HTM: Rp.5000/Orang
Buka/Tutup: 09.00-16.00
Telepon: (021) 6693406
Tags:
Tempat Wisata
0 Comments