Sponsor

Tempat Wisata Pasar Glodok

Kalau ditanya daerah Chinatown-nya Jakarta dimana, mungkin yang terbesit di kepala kebanyakan orang adalah Glodok.
Namun, sebenarnya tempat bernuansa Tionghia tersebar luas di banyak titik di ibu kota. Di balik kemacetan dan suasana metropolitan Jakarta, tersimpan banyak sejarah Tionghoa yang masih tertuang dalam beberapa tempat wisata. Sebagai orang yang tinggal di Jakarta yang metropolitan, kadang aku ingin menghabiskan waktu untuk explore hal-hal “tersembunyi” di sekitarku (walaupun sama seperti orang-orang pada umumnya, butuh upaya “lebih” biar nggak wacana karena harus pilih antara mau bangun pagi, atau harus menghadapi panasnya ibu kota karena bangun siang!).
 
 
Dalam rangka tahun baru Imlek, aku dan beberapa teman mencoba untuk meng-explore beberapa titik-titik tersebut! Apalagi, budaya Betawi juga terinfluens oleh etnik Tionghoa, sehingga tempat-tempat ini juga berperan besar terhadap budaya Jakarta. Apalagi berhubung baru saja tahun baru Imlek, biasanya tempat-tempat ini mendadak “rame” dan bahkan jadi tempat wisata.
 
Nah, berikut tempat-tempat yang dapat kami explore selama kurang lebih 6 jam.
 

 

Klenteng Tanda Bhakti

Tujuan pertama kami jatuh pada Klenteng Tanda Bhakti. Klenteng ini memiliki tampilan arsitektur yang unik. Begitu masuk, warna merah dan emas langsung mendominasi penglihatan, dimana bagi etnis Tionghia, merupakan simbol kemakmuran.
 
Sebelum tiba, kami parkir mobil dulu di pinggir jalanan umum dan lanjut masuk sebuah gang untuk jalan kaki selama kurang lebih 5 menit. Kami ke kawasan ini pukul 9 pagi pada hari Minggu dan daerahnya masih cukup sepi. 
 
 
 
 
Orang-orang di klenteng menyambut kami dengan ramah dan mempersilahkan kami masuk. Tempat ini memang diperbolehkan menerima kunjungan dari kita-kita pengunjung biasa atau “turis”, asalkan kita sebagai tamu tetap sopan dan tahu tata krama aman saja, karena ini merupakan tempat ibadah yang harus dihormati. 
 
Walaupun klenteng sedang sepi, kami tetap beberapa kali berpapasan dengan orang-orang yang datang untuk beribadah. Mereka menyapa senyum kepada kami sembari papasan. Kalau laper atau capek, di depan klenteng juga ada beberapa cemilan jajanan gerobak pinggir jalan.
 
Notes:
 
– Nggak ada biaya khusus untuk masuk klenteng, karena pada dasarnya ia adalah tempat ibadah.
 
– Pengunjung biasa yang bisa dianggap turis diperbolehkan masuk, termasuk untuk foto-foto. Namun, kita perlu memperhatikan tata krama mendasar, seperti melepas sepatu di beberapa bagian yang diwajibkan, nggak berisik dan juga nggak mengganggu, terutama ketika ada yang sedang beribadah.
 
– Parkir mobil maupun motor bisa di jalanan umum dengan membayar parkir mobil pada umumnya. Setelah parkir, kamu harus jalan sedikit masuk gang selama kurang lebih 5 menit sampai klenteng.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

Gang Gloria, Jalan Pancoran

Dari Klenteng Tanda Bhakti, kami berpindah ke Jalan Pancoran yang hanya memiliki jarak tempuh 10 menit dengan mobil. Kami parkir mobil di daerah Jalan Pancoran, dan hal pertama yang kami lakukan adalah mencoba masuk Gang Gloria. Nama gang ini mungkin nggak terdengar asing bagi penyuka kuliner non-halal, alias aneka makanan berbahan dasar daging babi. Gang sekecil ini cukup padat, karena selain dipenuhi oleh makanan di kanan-kiri kita, tempat-tempat tersebut juga rame pengunjung! Begitu masuk pun, kami langsung berhadapan dengan suasana padat karena orang-orang yang sedang antri untuk makan Bakmi Amoi.
 
 
 
Buat yang nggak bisa mengkonsumsi makanan non-halal, ada juga tempat yang udah terkenal banget dari dulu namanya Kopi Es Tak Kie. Kedai Kopi Tak Kie ini berdiri dari sejak tahun 1927, yang sampe sekarang masih jadi tempat hits orang Jakarta. Namun, sayang pas aku sudah sampai dan masuk tempatnya, kopi nya sudah habis 🙁 waktu itu aku baru sampai jam 12. Lesson learned, nggak boleh kesiangan kalau nggak mau kehabisan kopi!
 
Rumah makan tersebut menjual kopi panas dan kopi es. Namun ada juga serta kuliner khas Cina lainnya (yang kebetulan juga non-halal).
 
 

 

Pasar Petak Sembilan

Nyebrang satu trotoar dari Gang Gloria, ada pasar petak sembilan. Pasar ini dihias dengan pernak-pernik lampu lampion merah. Di kanan-kiri jalan, ada banyak toko yang menyediakan rupa-rupa peralatan untuk ibadah umat Buddha dan Konghucu dimana kita bisa mencium bau khas aroma Hio, toko obat tradisional dan macam-macam makanan. Tapi yang paling aku ingat adalah jualan makanan-makanan “aneh” yang jarang banget aku lihat kalau di daerah Jakarta, seperti jeroan babi, timun laut, lintah laut, sampai….. katak segar! Lumayan bikin melotot, sih!
 
 
 
  

 

Pantjoran Tea House

Di pertigaan jalan Pancoran Raya dekat pasar Gang Gloria, ada restoran bernuansa Tionghoa kental bernama Pantjoran Tea House. Tempat ini pas banget jadi stop terakhir setelah mesti jalan dan panas-panasan di pasar. Masuk-masuk segar banget disambut AC, fyuh!
 
Salah satu nilai jual restoran ini adalah teh-nya, yang juga disajikan dengan menu makanan khas Cina. Arsitektur restoran ini pun memang sangat khas Tionghoa, cukup fotogenik buat kalian yang suka foto-foto! Selain itu, Pantjoran Tea House juga cocok buat yang ingin sekadar menghabiskan waktu minggu pagi sambil minum teh, kumpul bareng teman-teman, ataupun nugas, karena nuansanya yang cukup santai.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ada pemandangan jalanan ramai dari restoran ini
 
Di sepanjang Jalan Pancoran, kamu juga bisa jalan-jalan menelusuri pertokoan dari pusat aktivitias di Jakarta. Toko itu antara lain ada toko obat tionghoa, toko buku mandarin, toko perkakas dapur “Tian Liong”, dan tentunya masih banyak lagi! Terutama kalau menjelang imlek, jalanan dipenuhi oleh jualan peralatan tahun baru imlek yang “merah” banget. Selain itu, ada juga pusat perbelanjaan tua bernama “Chandra Building”. Disana ada Pempek Palembang Chandra yang hits karena katanya enak. Belum sempat nyoba sih. Maybe next time, ya!

Share:

0 Comments